MAKALAH PERKEMBANGAN SOSIAL DAN MORAL PADA MASA KANAK-KANAK AWAL

MAKALAH

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN MORAL

PADA MASA KANAK-KANAK AWAL




Disusun Oleh :


SETIAWAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

IKIP PGRI MADIUN

2009


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perkembangan Sosial dan Moral pada Masa Kanak-kanak Awal” tepat pada waktunya dan dapat hadir dihadapan kita semua.

Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik sekaligus sebagai bahan kajian yang berkenaan dengan perkembangan sosial dan moral pada masa kanak-kanak awal

Makalah ini disusun dari berbagai sumber dan disajikan dengan bahasa yang sederhana. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam mengkaji isi dari makalah ini.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Tyas Martika Anggria, S.Psi selaku dosen pengajar Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk membuat makalah. Amin.

Madiun, Nopember 2009

Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................... ........ i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ....... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... ...... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... ...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... ...... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................... ...... 2

1.3 Batasan Masalah..................................................................... ...... 2

1.4 Tujuan..................................................................................... ...... 2

1.5 Manfaat.................................................................................. ...... 3

BAB II LANDASAN TEORI.................................................................... 4

2.1 Dasar Teori............................................................................. ...... 4

2.2 Teori-teori Terkait................................................................... ...... 4

BAB III PEMBAHASAN............................................................................ .... 10

3.1 Perkembangan Sosial pada Masa Kanak-kanak Awal............. .... 10

3.2 Perkembangan Moral pada Masa Kanak-kanak Awal............. .... 14

BAB IV PENUTUP...................................................................................... .... 21

4.1 Kesimpulan............................................................................. .... 21

4.2 Saran...................................................................................... .... 22

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... .... 23


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian lagi tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri dan lebih suka menyendiri daripada bersama-sama dengan orang lain atau introvert, secara alamiah memang sudah bersifat demikian. Mereka yang bersifat sosial dan pikirannya lebih banyak tertuju pada pada hal-hal diluar dirinya atau ekstrovert, juga sudah bersikap seperti itu karena alamiah yaitu faktor keturunan. Sedangkan orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang antisosial, dan orang yang biasanya menjadi penjahat, diyakini oleh masyarakat tradisional sebagai warisan dari pada salah satu sifat buruk yang dimiliki oleh orang tuanya.

Hanya sedikit bukti yang menunjukan bahwa orang dilahirkan dalam keadaan sudah bersifat sosial, tidak sosial dan antisosial, dan banyak bukti sebaliknya yang menunjukan bahwa mereka bersifat demikian karena hasil belajar. Akan tetapi, belajar menjadi pribadi yang sosial tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Anak-anak akan belajar searah dengan daur (siklus), dengan periode kemajuan yang pesat diikuti oleh garis mendatar (plateau). Pada garis mendatar ini hanya terdapat sedikit kemajuan dalam diri anak. Periode kemajuan yang pesat bahkan kadang-kadang diikuti oleh tahap kemunduran ketingkat perilaku sosial yang rendah. Seberapa cepat anak dapat meningkat kembali dari garis mendatar itu sebagian besar bergantung pada kuat lemahnya motivasi mereka untuk bermasyarakat.


1.2 Rumusan Masalah

1. Perkembangan Sosial pada Masa Kanak-kanak Awal.

2. Perkembangan Moral pada Masa Kanak-kanak Awal.

1.3 Batasan Masalah

Dalam makalah ini, permasalahan yang dibahas seputar perkembangan anak pada masa kanak-kanak awal dalam aspek sosial dan aspek moral. Adapun pembahasannya dibatasi pada perkembangan sosial yang meliputi: masa kanak-kanak awal, hubungan dengan anak lain dan upaya pendidikan dan perkembangan sosial anak. Sedangkan pada perkembangan moral meliputi: pola perkembangan moral, hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan moral, upaya pendidikan terhadap pekembangan moral.

1.4 Tujuan

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. Selain itu tujuan penulisan makalah ini juga sebagai bahan belajar bagi kita untuk lebih mengenal tentang perkembangan sosial dan moral pada masa awal kanak-kanak, seperti:

1. Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik.

2. Sebagai bahan kajian yang berkenaan dengan perkembangan sosial dan moral pada masa kanak-kanak awal.

3. Memahami hakikat dari perkembangan sosial dan moral anak.

4. Mengidentifikasi peran orang tua terhadap perkembangan sosial dan moral anak.

5. Melibatkan peran orang tua secara langsung dalam pengembangan sosial dan moral anak.

6. Memberikan pendidikan kepada calon orang tua dalam mengembangkan sikap sosial dan moral anak.


1.5 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat memahami tentang cara pengoptimalan kemampuan perkembangan sosial dan moral seorang anak.

2. Mengenal tingkah laku anak dan tahu bagaimana menyikapi problematika anak sesuai perkembangannya.

3. Mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak.

4. Mengenal cara pengembangan sosial dan moral anak.

5. Mempunyai dasar untuk mengembangkan sikap sosial dan moral anak.

6. Mengenal teori-teori yang berkenaan dengan perkembangan sosial dan moral anak.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Teori

Makalah “Perkembangan sosial dan moral pada masa kanak-kanak awal” ini disajikan dengan mengambil dasar-dasar teori dari berbagai sumber yang ada seperti:

1. Diktat Kuliah “Perkembangan Peserta Didik” oleh Dahlia Novarianing Asri, S.Psi.,M.Si dkk, tahun 2009.

2. Buku Psychologi Pendidikan oleh L. Crow & A. Crow, tahun 1989.

3. Buku Psikologi Pendidikan oleh Sri Esti Wuryani Djiwandono, tahun 2006.

4. Dan dari media internet dengan alamat website di:

- http://djavanesia.wordpress.com/2009/02/27/43/

- http://masmud75.blogspot.com/2009/07/masa-anak-anak-awal.html

2.2 Teori-teori Terkait

Dalam sumber-sumber diatas termuat beberapa teori diantaranya: teori Hurlock, teori Pieget, dan teori Kohlberg.

1. Teori Hurlock

Menurut Harlock (1998), perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.

Untuk mencapai kemampuan tersebut, orang perlu melalui 3 proses, yaitu:

a. Belajar bertingkahlaku yang dapat diterima oleh lingkungan sosial.

Setiap lingkungan sosial, memiliki standar tingkahlaku bagi para anggotanya. Anak perlu mengetahui dan menyesuaikan perilakunya dengan standar tersebut.

b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima

Misalnya, peran sebagai anak di rumah, murid di sekolah dan teman bermain.

c. Perkembangan sikap sosial

Sikap positif terhadap lingkungan sosial dan aktivitas sosial akan membantu anak untuk bermasyarakat dengan baik.

Menurut Harlock, fungsi penghargaan ada 3, yaitu :

a. Untuk mendidik

Penghargaan diasosiasikan dengan perilaku yang baik, sehingga anka mengenali apa yang dikehendaki dan tidak dikehendaki oleh lingkungan.

b. Sebagai motivasi

Penghargaan adalah suatu konsekuensi positif yang diterima anak sehingga anak termotivasi untuk mengulang perilaku yang baik.

c. Sebagai penguat perilaku

Tanpa penghargaan, anak kurang menyadari apa harapan lingkungan terhadap dirinya. Penjelasan verbal kurang cukup bila tidak disertai konsekuensi berupa penghargaan dan hukuman.

2. Teori Piaget

Dalam bukunya The moral judgement of the Child (1923) Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi. Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget adalah bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan. Ia mendekati pertanyaan itu dari dua sudut. Pertama kesadaran akan peraturan (sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan) dan kedua, pelaksanaan dari peraturan itu. Piaget mengamati anak-anak bermain kelereng, suatu permainan yang lazim dilakukan oleh anak-anak diseluruh dunia dan permainan itu jarang diajarkan secara formal oleh orang dewasa. Dengan demikian permainan itu mempunyai peraturan yang jarang atau malah tidak sama sekali ada campur tangan orang dewasa.

Anak-anak pada usia paling muda hingga umur 2 tahun melakukan aktivitas bermain dengan apa adanya, tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut untuk mereka patuhi. Mereka adalah motor activity tanpa dipimpin oleh pikiran. Pada tahap ini merepa belum menyadari adanya peraturan yang koersif, atau bersifat memaksa dan harus di taati. Dalam pelaksanaannya peraturan kegiatan anak-anak pada umur itu merupakan motor activiy.

Anak-anak pada umur antara 2 sampai 6 tahun mereka telah mulai memperhatikan dan bahkan meniru cara bermain anak-anak yang lebih besar dari mereka. Pada tahap ini anak-anak telah mulai menyadari adanya peraturan dan ketaatan yang telah dibuat dari luar dirinya dan harus ditaati dan tidak boleh diganggu gugat. Pada tahap ini anak-anak cenderung bersikap egosentris, mereka akan memandang “sangat salah” apabila aturan yang telah ada di ubah dan dilanggar. Dan ia meniru apa yang dilihatnya semata-mata demi untuk dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain adalah aktivitas yang dilakukan dengan anak-anak lainnya. Sehingga meskipun bermain dilakukan secara bersama sama namun sebenarnya mereka bermain secara individu, sendiri-sendiri dengan melakukan pola dan cara yang mereka yakini sendiri. Pelaksanaan yang bersifat egosentris merupakan tahap peralihan dari tahap yang individualistis murni ke tahap permainan yang bersifat sosial.

3. Teori Kohlberg

Hal yang menjadi kajian Kohlberg adalah tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri. Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg kemudian mampu mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yang kemudian dibagi dalam tiga taraf.

1. Taraf Pra-Konvensional

Pada taraf ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka) kalau jahat dihukum kalau baik diberi hadiah. Anak pada usia ini juga menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada taraf ini terdiri dari dua tahpan yaitu :

1) Punishment and obedience orientation. Akibat-akibat fisik dari tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan taat secara buta pada yang berkuasa diangga bernilai pada dirinya sendiri.

2) Instrument-relativist orientation. Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar. Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti menyenangkan saya.

2. Conventional Level ( taraf Konvensional)

Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa bernilai pada dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau berkompromi, tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkan secara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yang mengusahakan ketertiban sosial. Dua tahap dalam taraf ini adalah :

1. Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation.

Tingkah laku yang lebih baik adalah tingkah laku yang membuat senang orang lain atau yang menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus berlaku “manis”. Orang berusaha membuat dirinya wajar seperti pada umumnya orang lain bertingkah laku. Intensi tingkah laku walaupun kadang-kadang berbeda dari pelaksanaanya sudah diperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampir mati dianggap berintensi baik.

2. Tahap law and order orientation.

Otoritas peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial dijunjung tinggi dalam tahap ini. Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban sosial.

3. Postoonventional Level ( taraf sesudah konvensional)

Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana. Tahapannya adalah :

1. Sosial contract orientation.

Dalam tahap ini orang mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu dan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai yang bersiat relatif, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu consensus bersama.

2. The universal ethical principle orientation.

Benar salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati. Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat abstrak. Pada intinya prinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat (nilai) manusia sebagai pribadi.
Dalam proses perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya seperti itu berlakulan dalil berikut :

1. Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.

2. Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih dari dua tahap diatasnya.

3. Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertari pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya sendiri. Anak dari 2 tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. berdasarkan inilah kohlber percaya bahwa moral reasoning dapat dan mungkin diperkembangkan.

4. Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak didik. Sesorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehinga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Sosial pada Masa Kanak-Kanak Awal

· Masa Awal Kanak-kanak

Secara kronologis (menurut urutan waktu), masa kanak-kanak (early childhood) adalah masa perkembangan dari usia 1 atau 2 tahun hingga 5 atau 6 tahun. Perkembangan biologis pada masa-masa ini berjalan pesat, tetapi secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh lingkungan dan keluarganya. Oleh karena itu, fungsionalisasi lingkungan keluarga pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah.

Masa kanak-kanak awal sering disebut “usia pragang” (pregang age). Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka. Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah, misalnya pendidikan untuk anak sebelum taman kanak-kanak (nursery school), pusat pengasuhan anak pada siang hari (day care center), atau taman kanak-kanak (kindergarden), biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan sosial yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah. Alasannya adalah mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibanding dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.

Masa kanak-kanak juga sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa menentang orang tua. Disebut estetika karena pada masa ini merupakan saat terjadinya perasaan keindahan. Disebut masa indera, karena pada masa ini indera berkembang pesat dan merupakan kelanjutan dari perkembangan selanjutnya. Berkat kepesatan perkembangan itulah, dia senang mengadakan eksplorasi.

Dari umur dua sampai enam tahun, anak belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Mereka belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Studi lanjutan tentang kelompok anak melaporkan bahwa sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia dini biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit.

Salah satu diantara sejumlah keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan tersebut memberikan pengalaman sosial dibawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan sosial. Akibatnya, semua reaksi negatif kepada anak lain berkurang. Walaupun demikian, reaksi negatif kepada guru kadang-kadang meningkat sedikit setelah anak lebih suka bergaul dengan teman sebaya daripada dengan orang dewasa.

Setiap tahun berganti, anak kecil semakin kurang menggunakan waktunya dengan orang dewasa dan hanya memperoleh kesenangan sedikit dari pergaulan dengan orang dewasa. Pada saat yang sama, minat mereka terhadap teman sepermainan yang berusia sebaya semakin bertambah dan kesenangan yang mereka peroleh dari pergaulan ini semakin kuat. Dengan berkembangnya keinginan terhadap kebebasan, anak-anak mulai melawan otoritas orang dewasa.

Walaupun ingin mandiri, anak-anak masih berusaha memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika mereka telah memperoleh kepuasan dari perilaku kelekatan pada masa kanak-kanak, mereka akan terus berusaha membina hubungan yang bersahabat dengan orang dewasa, terutama anggota keluarga.

Anak-anak pada masa ini bersifat meniru, banyak bermain dengan lelakon (sandiwara) atau khayalan, yang kadang-kadang dapat membantu dalam mengatasi kekurangan-kekurangannya dalam kenyataan. Kegiatan yang bermacam-macam itu akan memberikan ketrampilan dan pengalaman-pengalaman terhadap anak.

Tugas-tugas perkembangan pada fase ini meliputi :

1. Belajar berbicara, misalnya mulai dengan menyebut kata ibu, ayah, dan nama-nama benda sederhana yang ada di sekelilingnya.

2. Belajar membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dan bersopan santun seksual.

3. Belajar mengadakan hubungan emosional selain dengan ibunya, dengan ayah, saudara kandung, dan orang-orang di sekelilingnya.

4. Belajar membedakan antara hal-hal yang baik dengan yang buruk, juga antara hal-hal yang benar dan salah, serta mengembangkan atau membentuk kata hati (hati nurani).

5. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana tentang kenyataan sosial dan alam, serta mempersiapkan diri untuk membaca.

Dengan demikian, belajar berbicara, membedakan jenis kelamin, mengadakan hubungan emosional, belajar konsep (pengertian) dapat dikatakan sebagai tugas perkembangan masa anak-anak awal yang berkaitan dengan segi perkembangan psikososialnya yang selanjutnya berguna bagi terciptanya hubungan sosial menuju tahap-tahap perkembangan selanjutnya.

· Hubungan Dengan Anak Lain

Sebelum usia dua tahun, anak kecil terlibat dalam permainan searah. Meskipun dua atau tiga orang anak bermain didalam ruangan yang sama dan dengan jenis mainan yang sama, interaksi sosial yang terjadi sangat sedikit. Hubungan mereka terutama terdiri atas meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil mainan anak lain.

Sejak umur tiga atau empat tahun, anak-anak mulai bermain bersama dalam kelompok, berbicara satu sama lain pada saat bermain, dan memilih dari anak-anak yang hadir siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama. Perilaku yang umum dari kelompok ini ialah mengamati satu sama lain, melakukan percakapan, dan memberikan saran lisan.

Studi terhadap anak-anak dalam masa prasekolah telah membuktikan bahwa dengan semakin meningkatnya usia anak, pendekatan yang ramah meningkat dan interaksi permainan semakin berkurang. Tahun demi tahun anak laki-laki semakin melakukan pendekatan yang ramah tetapi juga semakin melakukan pendekatan yang bermusuhan dengan anak lain.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya. Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atau anggota keluarga, dan konsisten dalam melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.

Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja sama, simpati, empati (mengerti perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang lain tersebut), dukungan sosial, membagi/berbagi, perilaku akrab. Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain : negativisme, agresif, perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak, pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif melawan anak perempuan), dan berprasangka prasangka.

· Upaya Pendidikan dan Perkembangan Sosial Anak

Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.

Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya. Sikap anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagian besar akan sangat tergantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awal kehidupan, yang merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Maka ada empat faktor yang mempengaruhinya:

1. Kesempatan yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-anak, karena ia tidak dapat belajar hidup bersosialisasi jika kesempatan tidak dioptimalkan. Tahun demi tahun mereka semakin membutuhkan kesempatan untuk bergaul dengan banyak orang, jadi tidak hanya dengan anak yang umur dan tingkat perkembangannya sama, tetapi juga dengan orang dewasa yang umur dan lingkungannya yang berbeda.

2. Dalam keadaan bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan dapat menceritakannya secara menarik kepada orang lain. Perkembangan bicara merupakan hal yang terpenting bagi perkembangan sosialisasi anak.

3. Anak akan belajar bersosialisasi jika mereka mempunyai motivasi untuk melakukannya. Motivasi ini sangat bergantung pada tingkat kepuasaan yang diberikan kelompok sosialnya kepada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan melalui hubungan dengan orang lain, mereka akan mengulangi hubungan tersebut.

4. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting. Dengan metode coba ralat, anak akan mempelajari beberapa perilaku yang penting bagi perilaku sosialnya.

3.2 Perkembangan Moral pada Masa Kanak-Kanak Awal

· Pola Perkembangan Moral

Perkembangan moral masa anak awal masih di taraf rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar-salah ia juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti aturan karena tidak mengerti manfaat sebagai anggota kelompok sosial. Awal masa kanak-kanak merupakan masa dimana menurut Piaget disebut sebagai moralitas dengan paksaan. Pada tahap ini anak-anak mengikuti aturan moral tanpa berpikir dan menilai. Ia juga menilai benar dan salah berdasarkan akibat bukan berdasarkan motivasi, perbuatan yang salah adalah perbuatan yang mengakibatkan hukuman.

Menurut Peaget (dalam Harlock, 1998) tahapan moral terbagi menjadi dua yaitu :

1. Tahap realisme moral atau moralitas oleh pembatasan

Dalam tahap ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cenderung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan hukuman bukan pada nilai moralnya.

2. Tahap moralitas otonomi

Pada tahap ini anak sudah mampu mepertimbangkan berbagai cara untuk memecahkan masalah. Anak tidak lagi terpaku pada satu sudut pandang, tetapi mampu memikirkan dari berbagai sudut pandang. Tahap moral ini dicapai ketika anak telah memasuki tahap operasi formal.

Kohlberg merinci dan memperluas tahap perkembangan Piaget dengan memasukan dua tahap dari tingkat perkembangan pertama yang disebutnya sebagai moralitas konvensional. Struktur pertimbangan moral (moral judgement) berbeda dengan isi pertimbangan moral (content of moral judgement). Pilihan untuk minum atau tidak minum merupakan isi pertimbangan moral. Adapun dasar pemikiran mengenai pilihan itu merupakan struktur pertimbangan moral. Menurut Kohlberg (Sumantri, 1994) struktur pertimbangan moral itu adalah sebagai berikut:


1. Pra Konvensional (Pre Conventional Level) meliputi:

a. Orientasi kepatuhan karena takut hukuman. Kepatuhan terhadap norma karena takut hukuman fisik.

b. Orientasi kepatuhan karena alat. Mematuhi norma karena mengharapkan sesuatu.

2. Tingkat Konvensional (Conventional Level) meliputi:

a. Orientasi kepatuhan karena ingin diterima orang lain. Mentaati norma karena ingin menyenangkan orang lain.

b. Orientasi kepatuhan karena memelihara tertib sosial. Mematuhi hukum ditujukan untuk memelihara tertib sosial.

3. Tingkat Pasca Konvensional (Post Convensional Level)

a. Orientasi kepatuhan kepada kesepakatan sosial yang telah baku. Tindakan yang baik mencerminkan hak-hak individu yang sesuai dengan standar yang telah teruji. Jadi tindakan yang baik itu adalah tindakan yang dapat menerima perubahan hukum apabila hukum itu sudah tidak sesuai lagi.

b. Orientasi pada prinsip-prinsip etika universal (Universal Ethical Principle Orientation). Tindakan yang baik itu ialah tindakan yang tidak lagi didasari oleh tertib sosial tertentu, melainkan didasari oleh prinsip-prinsip universal tentang keadilan, resiprositas, hak-hak asasi manusia.

c. Orientasi pada rasa cinta sebagai suatu refleksi. Tindakan yang baik itu adalah tindakan yang berdasar pada keperayaan terhadap Tuhan (supreme policy), dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah Maha Pengasih dan Tuhan adalah Maha Pemberi Petunjuk. (God is confident dan God is principle behind morality).

· Hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan moral

Disiplin

Masalah penting dalam perkembangan moral adalah penerapan disiplin karena melalui disiplin, anak dapat mengenali, mempelajari dan mengambil nilai-nilai kebenaran dan kebaikan di masyarakat. Disiplin berasal dari kata “disciple” yang artinya seseorang yang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Satu pandangan keliru yang cukup meluas di kalangan masyarakat adalah menganggap disiplin sebagai hukuman. Jadi disiplin akan diterapkan ketika ada pelanggaran saja. Sesungguhnya tujuan dari penerapan disiplin adalah agar terbentuk perilaku yang sesuai dengan peran dalam kelompok sosial. Untuk itu perlu 4 unsur pokok agar tujuan tersebut dapat tercapai. Keempat unsur tersebut adalah peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi (Hurlock, 1998):

1. Peraturan

Peraturan merupakan pola tingkahlaku yang diterapakan dan sebagai pedoman perilaku dalam suatu situasi. Peraturan ini bisa dibuat oleh orang tua, guru atau teman sebaya. Fungsi peraturan adalah sebagai nilai pendidikan karena peraturan memperkenalkan anak pada perilaku yang disetujui oleh kelompok. Fungsi berikutnya adalah membantu mengekang tingkahlaku yang tidak dikehendaki. Dengan demikian, anak perlu mengerti, mengingat, dan menerima peraturan, agar kedua fungsi tersebut dapat terpenuhi.

2. Hukuman

Hukuman berasal dari bahasa Latin “punierí” yang artinya menjatuhkan hukuman pada seseorang Karena suatu kesalahan, perlawanan, atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.

a. Sebagai penghalang

Hukuman dapat menghalangi pengulangan tingkahlaku yang tidak dikehendaki. Pada masa anak awal, anak belum mampu membedakan benar dan salah. Dengan hukuman, anak akan mengetahui bahwa suatu tingkahlaku dinilia salah menurut lingkungan, sehingga anak tidak mau melakukannya lagi.

b. Untuk mendidik

Agak sukar bagi anak prasekolah untuk sepenuhnya memahami peraturan. Mereka akan lebih memahami apabila ada konsekuensi dari peraturan tersebut. Apabila anak taat peraturan, mereka tidak akan dihukum dan ketika ada penlanggaran, anak akan menerima hukuman. Dari pengamatan dan pengalaman tersebut, anak akan memahami tingkahlaku yang diharapkan oleh orang dewasa. Namun demikian, tetap perlu dilakukan penjelasan verbal agar fungsi pendidikan dari hukuman dan penghargaan semakin menguasai.

c. Untuk memberi motivasi

Pengetahuan tentang akibat tindakan yang salah dapat memberi motivasi agar anak menghindar dari perilaku yang tidak dikehendaki.

3. Penghargaan

Penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk hasil yang baik. Bentuk penghargaan dapat berupa materi atau pun non-materi seperti pujian, senyuman, acungan jempol dan tepuk tangan. Penghargaan diberikan setelah anak melakukan tindakan yang terpuji, hal ini berbeda suapan. Suapan adalah janji akan imbalan yang diberikan jika anak melakukan suatu tindakan. Jadi suapan diberikan sebelum anak bertindak.

Menurut Harlock, fungsi penghargaan ada 3, yaitu :

a. Untuk mendidik

Penghargaan diasosiasikan dengan perilaku yang baik, sehingga anak mengenali apa yang dikehendaki dan tidak dikehendaki oleh lingkungan.

b. Sebagai motivasi

Penghargaan adalah suatu konsekuensi positif yang diterima anak sehingga anak termotivasi untuk mengulang perilaku yang baik.

c. Sebagai penguat perilaku

Tanpa penghargaan, anak kurang menyadari apa harapan lingkungan terhadap dirinya. Penjelasan verbal kurang cukup bila tidak disertai konsekuensi berupa penghargaan dan hukuman.

4. Konsistensi

Yang dimaksud konsistensi adalah tingkat keseragaman dalam penerapan disiplin. Konsistensi dari segi peraturan, hukuman dan ganjaran. Misalnya, bagaimana prosedur penerapan hukuman, jenis pelanggaran yagn perlu dihukum, peraturan berlaku sampai waktu yang disepakati bersama.

Cara menerapkan disiplin dapat dikategorikan ke dalam 3 gaya yaitu: otoriter, permisif dan demokratis (Harlock, 1998; Ginsburg & Bronstein, 1993 dalam Paplia, Ods & Feldman, 1998). Berikut uraiannya.

a. Otoriter

Orang tua menerapkan peraturan dengan ketat, tingkahlaku anak telah ditentukan sesuai dengan standar. Anak tidak dibiarkan untuk mengambil keputusan sendiri, melainkan telah diambil alih orang tua. Sikap otoriter ini dapat dalam bentuk yang lemah lembut sampai ke kasar dengan menggunakan hukuman fisik. Mislanya, anak tidak boleh main hujan. Meski anak merengek, orang tua tetap tidak membolehkan.

b. Permissif

Orang tua yang permissif cenderung membiarkan anak, tanpa memberi pengarahan tentang yang boleh-tidak boleh, berbahaya-aman, dan baik-tidakb aik. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan anak harus meraba-raba tindakan apa yang tepat sehingga anak bisa merasa cemas. Misalnya: ketika anak main hujan, orang tua hanya melihat main hujan-hujanan, orang tua tidak berkomentar.

c. Demokratis

Orang tua yang demokratis akan melakukan dialog dengan anak, memberikan alasan yang rasional tentang suatu peraturan. Orang tua juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan berdasarkan masukan yang diberikan oleh orang tua. Misalnya, orang tua menjelaskan akibat dari main hujan baik yang positif maupun negatif, kemudian menyerahkan ke anak, mana yang akan dilakukannya.

Dari ketiga gaya disiplin tersebut, orang tua yang demokratis adalah yang terbaik sebab anak dapat mematuhi suatu peraturan tidak karena terpaksa melainkan karena mereka memahami alasan dan kegunaannya bagi diri mereka sendiri.

· Upaya Pendidikan Terhadap Perkembangan Moral

Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah, sebaiknya orang tua atau guru TK melakukan beberapa upaya antara lain:

a. Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berperilaku atau bertutur kata.

b. Menanamkan kedisiplinan pada anak dalam berbagai aspek kehidupan seperti memelihara kesehatan atau kebersihan dan tata karma atau budi pekerti luhur.

c. Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi atau melalui cerita seperti riwayat orang-orang yang baik(para nabi atau pahlawan), dunia binatang yang mengisahkan tentang nilai kejujuran, kedemawanan, kesetiakawanan atau kerajinan.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pertumbuhan tingkahlaku yang kompetitif (bersifat persaingan) selama masa kanak-kanak sejajar dengan pertumbuhan tingkahlakunya yang kooperatif. Biasanya persaingan itu timbul karena pengaruh yang ada di rumah-tangga dan masyarakat tempat anak tersebut dibesarkan. Apabila di dalam rumah tangga dan keluarga kerjasama yang lebih ditekankan daripada persaingan, maka dia akan cenderung menjadi anak yang tidak suka bersaing (non-competitive); sebaliknya jika persaingan sudah terbiasa disitu, maka tindakan persaingan itulan yang justru akan menjadi pendorong kuat baig tingkahlaku anak-anak. Sifat yang spesifik dari tingkahlaku kooperatif atau kompetitif (bersaing) juga ditentukan oleh reaksinya terhadap sikap kelompok.

Petunjuk hubungan anak dengan anak-anak lainnya dan orang-orang dewasa menjadi tanggungjawab yang tidak boleh dianggap enteng oleh siapapun yang diberi tugas membimbing sikap dan tingkahlaku anak tersebut.

Pada perkembangan moral anak dapat dilakukan dengan menanamkan sikap disiplin pada anak. Sesungguhnya tujuan dari penerapan disiplin adalah agar terbentuk perilaku yang sesuai dengan peran dalam kelompok sosial. Moralitas anak akan terbentuk dengan baik jika ada pembimbingan yang baik pula. Penerapan sikap disiplin pada anak dapat dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) unsur, yaitu: peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. Jika keempat unsur tersebut diterapkan dengan benar maka akan terbangun sikap moral yang baik pada anak.

Dalam menghadapi perkembangan sosial dan moral anak perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan seperti: pendidikan pada anak, mengendalikan sikap anak terhadap hal-hal yang dilarang, memberikan perhatian secara internsif, bersikap adil terhadap anak, dll. Dengan demikian, peran orang tua sangat mempengaruhi perkembangan sosial dan moral anak agar dapat berkembang dengan baik dan terarah.

4.2 Saran

Perkembangan sosial dan moral anak akan memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Untuk itu, perlu adanya pemahaman sikap anak, dimana masing-masing anak tidaklah mempunyai sikap yang sama. Dengan upaya pemahaman anak tersebut orang tua akan tahu bagaimana seharusnya memposisikan anak dan memberikan perlakuan yang sesuai usianya.

Menilik pembahasan dalam makalah ini diharapkan orang tua dapat memahami perkembangan anak sesuai tahapan usianya. Sehingga orang tua tidak salah dalam mengembangkan sikap sosial dan moral anak.


DAFTAR PUSTAKA

Asri, Dahlia N., S.Psi.,M.Si dkk. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Madiun: IKIP PGRI Madiun.

Crow, L & A. Crow. 1989. Psychologi Pendidikan. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Djiwandono, Sri E. W. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

http://djavanesia.wordpress.com/2009/02/27/43/

http://masmud75.blogspot.com/2009/07/masa-anak-anak-awal.html

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto saya
Seseorang yang bernama SETIAWAN ini lahir di Madiun, 19 Juli 1988. Homestay Jl. Citandui 5A RT.17 RW.05 Ds/Kec. Mejayan
Diberdayakan oleh Blogger.